Hero’s History

Setiap  bangsa pasti mempunyai  pahlawan yang selalu menjadi panutan dan menjadi bagian besar dari sejarah bangsa tersebut. Pahlawan adalah sosok yang dikenal selalu berpihak kepada masyarakat bangsanya. Ia mengorbankan waktu, keluarga, bahkan dirinya untuk memerdekakan bangsanya dari belenggu penjajahan yang sangat menyiksa kehidupan bangsanya.

Indonesia mempunyai banyak Pahlawan Nasional Indonesia yang sangat sulit dilupakan jasanya. Dari Sabang sampai Merauke, nama – nama seperti Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Raja Singamangaraja XII, Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, Kapitan Patimura, Tuanku Imam Bonjol, merupakan segelintir dari nama – nama para pejuang kemerdekaan di Indonesia.

Raja Singamangaraja XII yang saya sebutkan diatas, merupakan pahlawan dari daerah Sumatera Utara, tepatnya di Tapanuli Utara. Dia merupakan pejuang bagi orang Batak dalam menentang kebijakan kolonial Belanda yang ingin menguasai bumi Nusantara, khususnya tanah Batak. Daerah perjuangan Sisingamangaraja XII meliputi daerah Tapanuli bagian utara dan daerah Toba (Balige, Laguboti, Porsea).

Raja Sisingamangaraja XII lahir di daerah Tapanuli Utara, tepatnya di Bakara, 18 Februari 1845. Nama asli dari Raja Sisingamangaraja XII adalah Ompu Pulobatu. Sedangkan nama Raja Singamangaraja XII adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat Batak (khususnya batak Toba yang bermukim di daerah Tapanuli Utara dan Toba Samosir) untuk pemimpin adat atau spiritual. Yang menjadi unik dari Raja Sisingamangaraja XII adalah gelar Raja yang disandangkan di dalam namanya bukanlah gelar yang menggambarkan Raja yang bersifat absolut seperti pemberian gelar Raja untuk para pemimpin suatu bangsa di daerah lain atau gelar Sultan dibeberapa daerah.

Raja Sisingamangaraja XII ditahbiskan menjadi salah satu Raja ditanah Batak, pada waktu umurnya baru 19 tahun. Raja Sisingamangaraja XII diangkat menjadi Raja untuk menggantikan ayahnya yaitu Sisingamangaraja XI yang bernama asli Ompu Sohahuaon. Dan pada waktu penobatan Raja Sisingamangaraja XII menjadi salah satu Raja di tanah Batak, masyarakat Batak hidup dalam situasi merdeka dan damai. Dan kondisi pada saat itu, hanya daerah Tanah Batak dan daerah Aceh lah yang belum dikuasai oleh Kolonial Belanda.

Pahlawan bukan hanya dikenal melalui semangat perjuangannya untuk memberikan dan mempertahankan kemerdekaan bagi bangsanya, tetapi keseharian, sifat, dan hidup mereka pun menjadi bagian sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dari pribadi setiap Pahlawan. Salah satu sifat terpuji yang dimiliki oleh Raja Sisingamangaraja XII yang mungkin tidak bisa hilang dari benak masyarakat Batak sampai saat ini adalah Raja Sisingamangaraja XII sangat tidak suka dengan penindasan, perbudakan ataupun ada seseorang yang menjadi tawanan apalagi hal tersebut terjadi pada sesama masyarakat Batak.

Bahkan sampai sekarang, masih sangat popular di telinga orang Batak cerita tentang Raja Sisingamangaraja XII yang kalau mengunjungi suatu Negeri atau daerah yang didalamnya terdapat orang yang diperbudak atau ditindas, maka Dia memerintahkan orang tersebut dilepaskan sebagai orang yang merdeka. Sehingga orang tersebut dengan bebas melanjutkan kehidupannya, apakah itu dengan bertani atau beternak. Karena mayoritas masyarakat Batak pada zaman itu bekerja sebagai petani atau peternak hewan. Kalaupun ada yang berdagang, itu hanya sebagian kecil dari masyarakat Batak pada masa itu yang memilih hidup dengan berdagang.

Sebenarnya sudah sejak tahun 1837, Belanda membagi tanah Batak menjadi dua bagian, yaitu daerah Sibolga dan sekitarnya yang sudah dikuasai oleh Belanda. Sedangkan daerah Tapanuli Utara yang meliputi Silindung, Pahae, Habinsaran, Humbang dan daerah – daerah seperti Toba, Dairi, dan Kepulauan Samosir masih belum dikuasai oleh Belanda yang juga merupakan kampung halaman dan tempat tinggal dari Raja Sisingamangaraja XII.

Yang menjadi cikal bakal perang yang dikobarkan Raja Sisingamangaraja adalah pada sekitar tahun 1876, Belanda secara tiba – tiba mengumumkan bahwa daerah Silindung yang terletak dikawasan Tapanuli Utara dan sekitarnya, resmi menjadi kekuasaan Belanda dan harus tunduk kepada Pemerintahan Belanda yang pada saat itu berada di Sibolga.

Mendengar kebijakan Belanda tersebut, Raja Sisingamangaraja XII sangat marah. Walaupun memang beliau bukanlah Raja di daerah Silindung. Tetapi karena Raja Sisingamangaraja XII pada saat itu namanya amat tersohor dan sangat disegani oleh Raja – Raja Batak lainnya, Beliau merasa perlu mengambil tindakan tegas kepada Belanda, karena kalau tidak maka seluruh tanah Batak cepat atau lambat akan dikuasai oleh Belanda.

Untuk menghadapi Belanda, Raja Sisingamangaraja XII mempunyai ide yaitu menjalin kerjasama dengan Sultan Aceh untuk sama – sama memerangi Belanda. Dan akhirnya pada tahun 1877 meletus lah perang di tanah Batak, antara Raja Sisingamangaraja XII dengan Kolonial Belanda selama 30 tahun lamanya.

Pada tahun 1882, hampir semua wilayah tanah Batak dikuasai oleh Belanda, mulai dari Tarutung, Humbang, Pahae, Silindung, Balige, Laguboti, Toba, dan Samosir. Namun pada tahun 1883 lah Belanda berhasil menguasai kampung halaman yang juga menjadi tempat tinggal dari Raja Sisingamangaraja XII yaitu desa Bakara. Tetapi Raja Sisingamangaraja XII beserta keluarganya berhasil melarikan diri dan mengungsi ke daerah Dairi. Tetapi dalam kondisi melarikan diri dan mengungsi seperti itu Raja Sisingamangaraja XII tetap melakukan perlawanan secara gerilya terhadap pasukan Belanda.

Pada 7 Juni 1907, Belanda berhasil menembak mati Raja Sisingamangaraja  XII dalam sebuah pertempuran di daerah Dairi. Raja Sisingamangaraja  XII berhasil ditembak mati karena pada saat Dia menggendong anak perempuannya yang terlebih dahulu tertembak oleh Belanda, Raja Sisingamangaraja  XII terkena darah dari anak perempuannya tersebut yang menjadi pantangan bagi Nya. Dengan sekejap, segala kesaktian dari Raja Sisingamangaraja  XII hilang dan pada saat itulah Belanda di bawah pimpinan Kapten Hans Christoffel berhasil menembak mati Raja Sisingamangaraja  XII. Pada waktu sama juga turut tertembak juga waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi. Dan sisa keluarga dari Raja Sisingamangaraja  XII yang masih hidup, konon kabarnya ditawan Belanda di Tarutung. Setelah meninggal, Raja Sisingamangaraja XII kemudian dikebumikan Belanda pada 22 Juni 1907 di Silindung. Makamnya baru dipindahkan ke Soposurung, Balige seperti sekarang ini sejak 17 Juni 1953.

Raja Sisingamangaraja XII adalah tokoh yang mengajarkan di usianya yang masih terbilang muda, Beliau mampu menjadi pemimpin yang mempunyai empati terhadap masyarakatnya dan orang – orang yang tertindas disekitarnya. Dan Beliau memberikan hidupnya untuk berjuang demi orang – orang disekitarnya. Padahal saya yakin pasti banyak Raja – Raja Batak lain yang sudah lebih tua umurnya namun tidak memiliki empati, leadership, dan daya juang seperti Raja Sisingamangaraja XII.

This entry was posted in History and tagged . Bookmark the permalink.

Leave a comment